Sejak Oktober 2016 Yuan Renminbi resmi menjadi mata uang yang masuk dalam daftar Special Drawing Rights (SDR) sebagai mata uang cadangan internasional. Mata uang cadangan merupakan mata uang asing yang akan dimiliki oleh bank sentral tiap negara/lembaga keuangan besar lainnya yang akan membawa profit pada pemegang mata uang asing. Kelompok mata uang cadangan ini terdiri dari hampir 11% mata uang China, 42% mata uang Amerika, serta 47% lainnya terdiri dari mata uang Uni Eropa, mata uang Jepang, dan Inggris. Keputusan ini ditetapkan oleh Dewan International Monetary Fund (IMF) yang diwakili oleh 168 negara.
Apa Itu Renminbi?
Renminbi adalah alat pembayaran yang resmi di dataran China. untuk transaksi di Makau dan Hongkong sendiri mereka memiliki mata uang resmi sendiri, mereka biasanya akan menolak jika melakukan transasksi dengan Yuan. Renminbi mempunyai 3 kode ISO, antara lain CNY dan CNH. Tiap-tiap dari mereka memiliki nilai tukar yang berbeda. CNY mengacu pada mata uang yang dapat dipindahtangankan dalam batasan wilayah China. sedangkan CNH (disebut offshore Yuan) bisa dipertukarkan di luar wilayah China. Selain itu CNY biasanya akan dibatas dengan kisaran tertentu oleh Bank Sentral, tidak dengan CNH. Hal ini membuat pergerakan pada nilainya akan berbeda.
Di banyak negara termasuk Indonesia, mata uang China lebih dikenal dengan nama Yuan. Padahal, nama asli mata uang tersebut adalah Renminbi. Mata uang China ini dijaga agar memiliki nlai tukar yang tetap, yakni senilai 2,46 Yuan per Dollar AS. Lalu saat pasar dalam negeri China mulai dibuka secara bebas pada 1980-an, pemerintah mulai melakukan devaluasi nilai tukar.
Ini bertujuan agar harga barang yang diekspor menjadi lebih kompetitif hingga puncak level terlemah di 8.62 Yuan per Dollar AS pada 1994. Pencapaian pada 2016 dengan menjadi salah satu mata uang cadangan internasional sudah lama diusahakan oleh pemerintah guna menunjukkan taring mereka di panggung ekonomi global. Kesempatan ini juga digunakan sebagai jalan pemulihan ekonomi dan membantu pertumbuhan global.
Kenapa Transaksi Renminbi Bikin Gaduh?
Dengan status ini respon dari pasar termasuk dalam trading forex beragam adanya. Banyak yang gaduh namun ada pula yang meresponnya secara positif. Kegaduhan ini muncul yang pertama karena adanya beberapa alasan, antara lain:
-
Belum Layak
Dengan masuknya Renminbi termasuk transaksi di dalamnya dinilai sekadar sebagai simbolisasi. Mata uang ini dianggap belum mampu memenuhi criteria IMF sebagai mata uang SDR. Argumen ini dilontarkan dengan alasan tidka bisa digunakan secara bebas, baik dalam perdagangan impor-ekspor serta dalam trading di pasar finansial. Bahkan beberapa petinggi seperti Menteri Keuangan AS mengutarakan bahwa mata uang ini lumayan jauh dari status mata uang acuan global yang sesungguhnya. Fakta memang berkata IMF telah mengakui Renminbi namun pihak pemerintah China masih memiliki banyak tugas untuk menyesuaikan mata uang dan perekonomiannya dengan dinamika pasar global.
-
Pengaruh yang Minor
Masuknya mata uang ini sebagai bagian dari transaksi global dinilai pasar sejatinya tidak terlalu memberi pengaruh. Sejak berhembusnya kabar IMF akan menetapkan Yuan Renminbi, banyak spekulasi sudah beredar bahwa tidak akan memberi pengaruh yang signifikan. Capital Economics pun menilai bergabungnya Yuan Renminbi tidak akan memberi banyak perubahan untuk permintaan terhadap Yuan itu sendiri.
-
Ada Keraguan dari Pemerintah China
Keresahan dan kekhawatiran public akan mata uang China tentu tidak tanpa alasan. Pada 2015 pemerintah China membuat kegaduhan bagi pada forex trader karena mengejutkan investor setelah mendevaluasi mata uangnya. Dampaknya, nilai Yuan terbenam hingga level terendah dalam jangka waktu 6 tahun. Di tengah pertumbuhan ekonomi global yang rapuh, langkah pemerintah China ini dinilai sangat mencemaskan.
Beberapa pengamat di China pun tidka yakin akan komitmen pemerintah untuk menjadi lebih terbuka di sektor finansial. Di pelbagai kesempatan, para pengamat memprediksi jika semua itu akan memudar seiring dengan kesuksesan diplomatik negara yang banyak melakukan impor logam, besi, dan baja ke Indonesia ini.
Banyaknya terpaan miring atau keraguan banyak pihak ini seringkali ditepis pemerintah China dengan menekankan bahwa mereka sanggup dan ingin menempuh proses menuju negara yang tebuka secara finansial.