Nilai tukar atau kurs merupakan nilai tukar dua mata uang yang disepakati oleh penduduk kedua negara sebagai alat perdagangan. Ada dua jenis nilai tukar yang digunakan yaitu kurs Nominal dan Kurs Riil.
Kurs Nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Misalnya kurs antara Rupiah dan Dollar AS adalah Rp 13.500, artinya 1 dollar AS bernilai Rp 13.500. Ketika anda menukar uang sejumlah Rp 1.350.000 maka dollar AS yang anda dapatkan adalah 100 dollar AS (dengan perhitungan Rp 1.350.000/Rp 13.500).
Sedangkan Kurs Riil adalah nilai tukar yang digunakan seseorang saat menukar barang atau jasa suatu negara dengan negara lainnya. Contohnya ketika kita akan membeli baju dengan harga di Indonesia adalah Rp 2.000.000. Sedangkan di New York harga baju tersebut 400 Dollar. Agar dapat dibandingkan maka kita perlu mengubah dollar ke dalam mata uang Rupiah yaitu, jika 1 dollar adalah Rp 10.000 maka harga baju tersebut di New York adalah Rp 4.000.000. Jadi perbandingannya adalah 1 harga baju di Indonesia adalah ¼ harga di New York.
Memperkirakan harga pertukaran mata uang
Selain sebagai pengukur inflasi dan pengukur suku bunga, nilai tukar mata uang asing juga digunakan untuk mengukur level perkonomian suatu negara. Nilai tukar mata uang tersebut memiliki peranan penting dalam perdagangan negara yang mana saat ini hampir semua negara menganut ekonomi pasar bebas.
Jika negara kita terlibat dalam ekonomi pasar bebas tersebut, kita perlu berhati-hati sebelum memulai transaksi. Kita seharusnya harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana nilai tukar uang negara kita dengan negara partner. Jangan sampai karena kita tidak mengetahui bagaimana memperkirakan nilai tukar mata uang asing dengan mata uang yang kita miliki sehingga kerugian yang akan didapatkan.
Jika anda ingin memperkirakan harga pertukaran mata uang negara kita dengan negara lain, berikut beberapa faktor yang perlu diperhatikan.
Perbedaan tingkat inflasi kedua negara – Mengetahui perbedaan inflasi antar kedua negara merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan suatu negara yang memiliki tingkat inflasi yang konsisten pada level rendah akan memiliki nilai tukar yang lebih kuat jika dibandingkan dengan negara yang level inflasinya lebih tinggi. Daya beli dari mata uang negara tersebut juga relatif lebih besar dari negara lain. Saat ini negara yang memiliki tingkat inflasi yang rendah adalah Jepang, Swiss, Jerman, AS dan Canada. Negara dengan nilai mata uang lebih tinggi inflasinya akan mengalami depresiasi dibanding negara partner dagangnya.
Perbedaan tingkat suku bunga dua negara – Ketika Bank Sentral sebuah negara memutuskan untuk merubah tingkat suku bunga maka akan mempengaruhi inflasi dan nilai tukar mata uang tersebut. Suku bunga yang lebih tinggi akan menyebabkan permintaan mata uang negara tersebut meningkat. Investor domestik maupun luar negeri akan tertarik dengan nilai return yang diberikan. Akan tetapi ketika inflasi kembali tinggi, investor akan memutuskan berhenti sehingga bank sentral perlu menaikan suku bunga lagi. Sebaliknya, ketika bank sentral menurunkan suku bunga maka akan memperlemah nilai tukar mata uang tersebut.
Neraca perdagangan – neraca perdagangan akan menampilkan hasil pembayaran jual beli barang dan jasa negara dengan negara patner. Neraca perdagangan akan dinyatakan defisit jika negara perlu membayar lebih banyak daripada yang didapatkan dari negara partner dagangnya. Hal ini menyebabkan negara membutuhkan lebih banyak mata uang dari negara partner dan mengakibatkan nilai tukar mata uang negara tersebut melemah.
Hutang publik – Anggaran domestik negara digunakan untuk membiayai kepentingan publik dan pemerintahan. Jika anggaran defisit, maka hutang publik akan membengkak. Hutang publik ini juga yang menjadi salah satu penyebab inflasi. Sayangnya, inflasi ini juga tidak membantu menangani, namun bisa memperburuk. Peringkat hutang akan semakin menurun dan nilai tukar mata uang semakin melemah.
Rasio harga ekspor dan impor – hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan permintaan akan barang dan jasa dari negara tersebut terhadap negara lain. Ketika permintaan barang dan jasa meningkat maka nilai tukar mata uangnya juga akan meningkat.
Kestabilan politik dan ekonomi – negara dengan keadaan politik atau ekonomi tidak stabil akan sangat dihindari oleh para investor. Jika ini terjadi maka nilai saham dari negara tersebut akan dinilai rendah dan tidak diminati. Keadaan politik dan ekonomi negara juga berdampak pada nilai tukar mata uang negara tersebut.