Mulai dari Perang Dunia II hingga tahun 1971, sebagian besar mata uang dipatok dalam standar dolar AS. Dimulai sejak awal 1970-an tepat ketika Bretton Woods Fixed Exchage System runtuh, floating mata uang mulai dilakukan oleh pemerintah terhadap mata uangnya masing-masing. Sampai hari ini, sistem tersebut masih bisa ditemui. Mata uang seperti Yen Jepang, Euro dan USD masih disebut dengan mata uang floating yang nilainya akan berubah sesuai dengan bagaimana uang-uang ini ditradingkan dalam pasar forex.
Alasan Negara Kecil Mematok Mata Uang Terhadap USD
Disisi lain, ada beberapa mata uang yang justru nilai tukarnya dipatok ke dolar AS. Tujuannya ialah untuk memastikan mata uang ini ketika masuk dalam trading internasional akan tetap memiliki nilai yang relatif stabil. Negara-negara ini memilih mematok mata uangnya dengan dolar AS untuk menjaga daya saing barang dan jasa yang diekspor.
Mengelompokkan mata uang yang digunakan oleh partner trading, baik mata uang utama ataupun mata uang standar, akan mempermudah negara untuk memastikan barang dan jasa tetap kompetitif dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar yang mengalami floating secara konstan. Hingga saat ini banyak negara yang memilih mematok nilai mata uangnya terhadap dolar AS.
Kekuatan USD memang tidak diragukan lagi. Para investor sepertinya sudah tidak meragukan ekonomi Amerika. Lonjakan ini sendiri dimulai ketika The Fed melaksanakan program pelonggaran kuantitatif besar-besaran pada tahun 2009 untuk membeli obligasi. Program ini menambah $3.5 triliun dalam neraca serta menambah pasokan dolar AS di pasar internasional dengan potensi inflasi. Namun, usaha ini malah membuat dolar AS merajai ekonomi Amerika diikuti dengan keberhasilan di beberapa negara berkembang hingga berhasil mengungguli pendapatan tetap negara ini.
The Fed baru mengakhiri program ini ketika terjadi penurunan USD terhadap mata uang lain pada Oktober 2014. Namun, kesuksesan kenaikan suku bunga di Amerika Serikat kembali melonjak walau program yang dicanangkan The Fed telah dihentikan.
Contoh Negara Kecil Mematok Mata Uang Terhadap USD
Setiap negara tentunya memiliki alasan yang berbeda ketika memilih masuk dalam kelompok dolar AS. Sebagian besar kepulauan Karibia seperti Aruba, Bahama, Barbados, Bermuda dan lainnya mematok nilai tukarnya karena pendapatan utama dari sektor pariwisatanya berasal dari dolar. Memperbaiki nilai tukar terhadap dolar AS akan memperkecil kemungkinan terjadinya volatilitas mata uang.
Berbeda dengan Afrika yang memilih untuk mematok Euro, kecuali Djibouti dan Eritrea. Timur Tengah seakan juga tidak ingin ketinggalan eksistensi dolar AS dengan alasan negara pengekspor minyak ini membutuhkan AS sebagai mitra dagang utamanya. Makau dan Hongkong menjadi perwakilan wilayah Asia yang juga memperbaiki nilainya terhadap USD. China sendiri tengah dalam kontroversi kebijakan mata uang. Meski tidak secara resmi mematok USD, namun Yuan juga memilih dolar AS untuk menarik keuntungan manufaktur dan ekonomi yang digerakan oleh sektor ekspor.
Berikut adalah daftar beberapa negara yang nilai tukar mata uangnya dipatok dalam USD berdasarkan data bulan Oktober 2018:
Country | Region | Currency Name | Code Peg | Rate | Since |
UEA | Middle East | Dirham | AED | 3.6725 | 1997 |
Saudi Arabia | Middle East | Riyal | SAR | 3.75 | 2003 |
Qatar | Middle East | Riyal | QAR | 3.64 | 2001 |
Panama | Central America | Balboa | PAB | 1.000 | 1904 |
Oman | Middle East | Rial | OMR | 0.3845 | 1986 |
Lebanon | Middle East | Pound | LBP | 1507.5 | 1997 |
Jordan | Middle East | Dinar | JOD | 0.709 | 1995 |
Hongkong | Asia | Dollar | HKD | 7.75-7.85 | 1998 |
Eritrea | Africa | Nakfa | ERN | 10.000 | 2005 |
Djibouti | Africa | Franc | DJF | 177.721 | 1973 |
Cuba | Central America | Convertible Peso | CUC | 1.000 | 2011 |
Belize | Central America | Dollar | BZ $ | 2.00 | 1978 |
Bahrain | Middle East | Dollar | BHD | 0.376 | 2001 |
Sangat masuk akal jika banyak negara kecil yang mencoba untuk memperbaiki mata uang mereka terhadap dolar AS, terutama jika sumber utama pendapatannya datang dalam bentuk mata uang ini. Strategi ini digunakan untuk menstabilkan dan mengamankan ekonomi kecil yang mungkin tidak dapat bertahan ketika berhadapan dengan volatilitas. Sebaliknya, ekonomi yang kuat dan terus tumbuh dari waktu ke waktu akan sulit untuk mempertahankan kebijakan mata uang tetapnya. Hal ini kemudian yang menjadi dasar untuk mempertahankan rasio yang tepat.